Monday, February 22, 2010

Ponpes Assalafi Al Fithrah

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi ini, kehadiran Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah rasanya tepat untuk memperkuat landasan bagi generasi muda dengan akhlak yang baik.

Anak sebagai generasi penerus dalam perkembangannya sangat membutuhkan pendidikan agama dan akhlakul karimah sejak dini untuk melindungi diri dan kehidupannya agar tidak terseret dalam arus globalisasi dan informasi yang menyesatkan," kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya KH Achmad Asrori El Ishaqi.

Sebelum ponpes ini berdiri megah di atas lahan seluas 5 hektar di kawasan Jalan Kedinding Lor, Surabaya, keberadaannya sebatas rumah dan mushala tempat kaum santri belajar mengaji dan mempelajari agama Islam dalam bimbingan langsung KH Achmad Asrori.

Saat memulai kegiatan mengaji awal tahun 1985, KH Achmad Asrori yang juga putra pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Roudlatul Muta'alimin Surabaya KH Usman Bin Nadi El Ishaqi ini hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Ustadz Zainal Arif, Ustadz Wahdi Alawy, dan Ustadz Khoiruddin.

Sekitar tahun 1990, santri yang mondok dan belajar mengaji pun bertambah empat orang, yaitu Abdul Manan, Ramli, Utsman dan Zulfikar. Tahun 1994 KH Achmad Asrori memutuskan mendirikan Ponpes Assalafi Al Fithrah selaras dengan meningkatnya santri yang belajar mengaji dan memperdalam agama Islam.

"Sekarang ini santri yang menetap di pondok ada sebanyak 1.227 orang, sedangkan santri yang tidak menetap jumlahnya mencapai 420 orang, sebagian besar adalah santri putra yang jumlahnya kurang lebih 60 persen," kata pengurus Ponpes Assalafi Al Fithrah Ustadz Muhammad Musyafa'.

Ponpes Assalafi Al Fithrah ini memiliki lembaga pendidikan taman kanak-kanak, taman pendidikan Al Quran, madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, ma'had aly, madrasah diniyah dan Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Al Fithrah dengan Program Studi Tafsir, Hadist, dan Tashawuf.

"Baru tahun ini pondok pesantren mengembangkan STIU dengan ikhtiar untuk mengader calon-calon ahli tafsir Al Quran, hadits, dan tasawuf. Sudah terdaftar sebanyak 61 orang mahasiswa," kata Musyafa'.

Ponpes ini menerapkan kegiatan dan bimbingan kepada santri sejak mulai pukul 04.15 - pukul 06.35 dengan aktivitas shalat subuh berjamaah, membaca Al Quran, shalat isroq, dhuha, dan isti'adzah.

Selepas sarapan pagi (07.15), santri pun memulai aktivitas sekolah dari pukul 07.30 hingga pukul 14.00. Seusai sekolah, santri sudah harus mempersiapkan diri untuk belajar dalam Majelis Kebersamaan dalam Pembahasan Ilmiah (MKPI).

"Sehabis shalat ashar santri wajib mengikuti MKPI, semacam batsul masail menyangkut masalah-masalah aktual yang dipandang perlu didiskusikan," kata Musyafa'.

MKPI itu adalah ruang santri untuk belajar mengkaji dan menghargai perbedaan pendapat, pemikiran orang ataupun pihak lain, sehingga santri tidak gampang menyalahkan orang atau pihak lain. Pasalnya, dalam MKPI itu setiap persoalan aktual, termasuk hal-hal yang menyangkut hukum (fikih) dan perbedaan pendapat atau mazdab dikaji dalam ruang diskusi tersebut.

"Prinsip-prinsip yang ditekankan kepada santri sebagaimana yang diamanahkan oleh pendiri dan pengasuh pondok pesantren lebih mengedepankan kebersamaan dalam hidup dan kehidupan, toleransi, saling menghormati dan menghargai," kata Musyafa'.

Jika lembaga STIU lebih menekankan pengaderan ahli tafsir Al Quran dan hadits, sebaliknya lembaga Ma'had Ulya lebih menekankan pengaderan ahli fikih atau hukum Islam. Kedua lembaga pendidikan itu adalah keunggulan yang hendak dicapai oleh pondok pesantren ini, selain pula pembekalan ilmu pengetahuan umum, termasuk teknologi informatika.

"Untuk menjawab tantangan ke depan, kami sudah mempersiapkan bekal ilmu pengetahuan umum yang lebih ditekankan pada teknologi informasi," katanya. Untuk menunjang santri agar tidak gagap teknologi informasi, ponpes juga dilengkapi dengan fasilitas komputer dalam laboratorium bahasa Inggris/Arab.

0 comments:

Post a Comment