Monday, February 22, 2010

Ponpes Assalafi Al Fithrah

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi ini, kehadiran Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah rasanya tepat untuk memperkuat landasan bagi generasi muda dengan akhlak yang baik.

Anak sebagai generasi penerus dalam perkembangannya sangat membutuhkan pendidikan agama dan akhlakul karimah sejak dini untuk melindungi diri dan kehidupannya agar tidak terseret dalam arus globalisasi dan informasi yang menyesatkan," kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya KH Achmad Asrori El Ishaqi.

Sebelum ponpes ini berdiri megah di atas lahan seluas 5 hektar di kawasan Jalan Kedinding Lor, Surabaya, keberadaannya sebatas rumah dan mushala tempat kaum santri belajar mengaji dan mempelajari agama Islam dalam bimbingan langsung KH Achmad Asrori.

Saat memulai kegiatan mengaji awal tahun 1985, KH Achmad Asrori yang juga putra pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Roudlatul Muta'alimin Surabaya KH Usman Bin Nadi El Ishaqi ini hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Ustadz Zainal Arif, Ustadz Wahdi Alawy, dan Ustadz Khoiruddin.

Sekitar tahun 1990, santri yang mondok dan belajar mengaji pun bertambah empat orang, yaitu Abdul Manan, Ramli, Utsman dan Zulfikar. Tahun 1994 KH Achmad Asrori memutuskan mendirikan Ponpes Assalafi Al Fithrah selaras dengan meningkatnya santri yang belajar mengaji dan memperdalam agama Islam.

"Sekarang ini santri yang menetap di pondok ada sebanyak 1.227 orang, sedangkan santri yang tidak menetap jumlahnya mencapai 420 orang, sebagian besar adalah santri putra yang jumlahnya kurang lebih 60 persen," kata pengurus Ponpes Assalafi Al Fithrah Ustadz Muhammad Musyafa'.

Ponpes Assalafi Al Fithrah ini memiliki lembaga pendidikan taman kanak-kanak, taman pendidikan Al Quran, madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, ma'had aly, madrasah diniyah dan Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Al Fithrah dengan Program Studi Tafsir, Hadist, dan Tashawuf.

"Baru tahun ini pondok pesantren mengembangkan STIU dengan ikhtiar untuk mengader calon-calon ahli tafsir Al Quran, hadits, dan tasawuf. Sudah terdaftar sebanyak 61 orang mahasiswa," kata Musyafa'.

Ponpes ini menerapkan kegiatan dan bimbingan kepada santri sejak mulai pukul 04.15 - pukul 06.35 dengan aktivitas shalat subuh berjamaah, membaca Al Quran, shalat isroq, dhuha, dan isti'adzah.

Selepas sarapan pagi (07.15), santri pun memulai aktivitas sekolah dari pukul 07.30 hingga pukul 14.00. Seusai sekolah, santri sudah harus mempersiapkan diri untuk belajar dalam Majelis Kebersamaan dalam Pembahasan Ilmiah (MKPI).

"Sehabis shalat ashar santri wajib mengikuti MKPI, semacam batsul masail menyangkut masalah-masalah aktual yang dipandang perlu didiskusikan," kata Musyafa'.

MKPI itu adalah ruang santri untuk belajar mengkaji dan menghargai perbedaan pendapat, pemikiran orang ataupun pihak lain, sehingga santri tidak gampang menyalahkan orang atau pihak lain. Pasalnya, dalam MKPI itu setiap persoalan aktual, termasuk hal-hal yang menyangkut hukum (fikih) dan perbedaan pendapat atau mazdab dikaji dalam ruang diskusi tersebut.

"Prinsip-prinsip yang ditekankan kepada santri sebagaimana yang diamanahkan oleh pendiri dan pengasuh pondok pesantren lebih mengedepankan kebersamaan dalam hidup dan kehidupan, toleransi, saling menghormati dan menghargai," kata Musyafa'.

Jika lembaga STIU lebih menekankan pengaderan ahli tafsir Al Quran dan hadits, sebaliknya lembaga Ma'had Ulya lebih menekankan pengaderan ahli fikih atau hukum Islam. Kedua lembaga pendidikan itu adalah keunggulan yang hendak dicapai oleh pondok pesantren ini, selain pula pembekalan ilmu pengetahuan umum, termasuk teknologi informatika.

"Untuk menjawab tantangan ke depan, kami sudah mempersiapkan bekal ilmu pengetahuan umum yang lebih ditekankan pada teknologi informasi," katanya. Untuk menunjang santri agar tidak gagap teknologi informasi, ponpes juga dilengkapi dengan fasilitas komputer dalam laboratorium bahasa Inggris/Arab.

Saturday, February 20, 2010

Allah pun merayakan Maulid Nabi-Nabi

* Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
* Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
* Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
* Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
* Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162).

Dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa. Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).

Al-Imam Al-Jalil Abdurrahman Ad-Diba'i (Pengarang Kitab Maulid Diba'i)

Masih dengan tema Maulid Nabi, kali ini kami sajikan riwayat hidup Pengarang Kitab Maulid Ad-Diba'i.

Satu karya maulid yang masyhur dalam dunia Islam ialah maulid yang dikarang oleh seorang ulama besar dan ahli hadits yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`ie asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi`i.

Sejarah Hadroh ditanah Banjarmasin

Seni terbang al-Banjari adalah sebuah kesenian khas islami yang berasal dari Kalimantan. Iramanya yang menghentak, rancak dan variatif membuat kesenian ini masih banyak digandrungi oleh pemuda-pemudi hingga sekarang. Seni jenis ini bisa disebut pula aset atau ekskul terbaik di pondok-pondok pesantren Salafiyah. Sampai detik ini seni hadrah yang berasal dari kota Banjar ini bisa dibilang paling konsisten dan paling banyak diminati oleh kalangan santri, bahkan saat ini di beberapa kampus mulai ikut menyemarakkan jenis musik ini.

Hadrah Al-Banjari masih merupakan jenis musik rebana yang mempunyai keterkaitan sejarah pada masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga, Jawa. Karena perkembangannya yang menarik, kesenian ini seringkali digelar dalam acara-acara seperti maulid nabi, isra' mi'raj atau hajatan semacam sunatan dan pernikahan. Alat rebananya sendiri berasal dari daerah Timur Tengah dan dipakai untuk acara kesenian. Kemudian alat musik ini semakin meluas perkembangannya hingga ke Indonesia, mengalami penyesuaian dengan musik-musik tradisional baik seni lagu yang dibawakan maupun alat musik yang dimainkan. Demikian pula musik gambus, kasidah dan hadroh adalah termasuk jenis kesenian yang sering menggunakan rebana.

Keunikan musik rebana termasuk banjari adalah hanya terdapat satu alat musik yaitu rebana yang dimainkan dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan pemain tanpa menggunakan alat pemukul. Musik ini dapat dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi nyanyian dzikir atau sholawat yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya. Umumnya menggunakan bahasa Arab, tapi belakangan banyak yang mengadopsi bahasa lokal untuk kresenian ini.



Jadi, sebagai generasi penerus kita harusnya berbangga hati karena dapat menjaga apa yang telah di ajarkan oleh nabi sebelumnya. Akhirnya, mari kita bersama melestarikan kesenian islami ini. Toh nabi juga tidak pernah melarang 'seni'. Kita jadikan rebana ini sebagai wahana untuk menggapai cinta-Nya serta meraih syafaatnya sehingga kelak menjadi ummat yang selamat.

Apa dan Siapa Syeikhul Islam itu?

Sekedar sharing tentang Gelar Syeikhul Islam. Maaf bila sudah pernah menerimanya. Mungkin diantara anda sekalian, jika mendengar Gelar Syeikhul Islam maka yg teringat adalah Ibnu Taimiyah. Namun ternyata Gelar Syeikhul Islam bukan ekslusif semata untuk Ibnu Taimiyah saja.
Ada TUJUH ulam yang bergelar Syaikh Al-Islam.

Tidak sembarang ulama yang memperoleh gelar Syaikh al-Islam. Ulama yang memiliki ketinggian ilmu saja yang pantas menyandangnya.
Gelar *Syaikh al-Islam* biasanya diberikan oleh beberapa ulama kepada
seorang ulama atas ketinggian ilmunya. Ada beberapa kriteria untuk dapat
menyandangnya.

Ibnu Nashiruddin, dalam kitab Radd al-Wafir, mencatat beberapa kriteria
tersebut.
*Pertama*, seorang tokoh yang paham al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
perbedaan qira’ah dan asbab an-nuzul-nya.

*Kedua*, menguasai bahasa Arab secara sempurna.

*Ketiga*, menguasai masalah ushul (pokok) dan furu’ (cabang) dalam Islam.

*Empat*, ia adalah ulama yang menjaga ibadahnya, tawadhu, dan tak menganggap diri manusia maksum.

Walhasil, tak banyak ulama yang menyandang gelar tersebut. Berikut ulama yang bergelar Syaikh al-Islam:


*1. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi*
Pemilik nama lengkapnya Asy-Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Maqdisi ini lahir di Nablusi, dekat Baitul Maqdis, Palestina, pada 541 Hijriah. Usia 10 tahun, ia sudah menghafal al-Qur`an.
Menginjak usia 20 tahun, Ibnu Qudamah, pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu kepada beberapa ulama, antara lain: Abu Zur’ah bin Thahir, Ahmad bin Muqarib, dan ulama perempuan Khadijah an-Nahrawaniyah. Merasa belum puas, ia lanjutkan perjalanan menuntut ilmu pada ulama di Damaskus dan Makkah.
Beberapa ulama, seperti Hafidz Dziya’ al-Maqdisi dan Hafidz al-Mizzi
mengakui gelar Syaikh al-Islam pantas melekat pada Ibnu Qudamah al-Maqdisi.
Semasa hidupnya, Ibnu Qudamah telah menelurkan berbagai karya. Di antara nya al- Mughni (fiqih), al- I’tiqad (aqidah), ar- Raudhah, dan al-Burhan. Selain itu ia menulis biografi para ulama yang telah menjadi gurunya.
Ibnu Qudamah wafat pada hari Sabtu, bertepatan dengan hari Ied pada 620 Hijriah.

*2. Izzudin bin Abdissalam*
Izzudin, lahir tahun 577 hijriyah. Ia berguru pada ulama ternama, seperti
Hafidz Ibnu Asakir dan Saif al-Amidi.
Ia adalah ulama yang berani berkata haq di hadapan penguasa. Sikap beraninya ini membuat beberapa penguasa Mesir di waktu itu tidak mampu menentangnya, termasuk ketika Izzudin meminta agar mereka menyiapkan pasukan untuk menghadapi pasukan Tatar di Syam.
Beberapa karya yang pernah ditulisnya adalah al-Qawa’id al-Kubra, Majaz
al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an, Muhtashar Shahih Muslim, dan Al Fatawa
al-Mishriyah.
Itulah makanya, Tajuddin as-Subki, Ibnu al-Imad, Tilmitsani, dan Imam
as-Suyuthi memberikan gelar Syaikh al-Islam kepada Izzudin. Ia wafat tahun 660 H dan dimakamkan di Cairo, Mesir.

*3. Imam Nawawi*
Lahir di Nawa, sebuah desa yang berada di Propinsi Dar’an Suriah pada 631 H. Keluarganya sangat menghargai ilmu dien.
Di tahun 649 hijriyah, ia melakukan perjalanan ke Damaskus, Syria untuk
mempelajari kitab Tanbih dan al-Muhadzab. Kitab rujukan dalam madzhab
Syafi’i itu berhasil ia lahap dalam tempo 4,5 bulan. Dalam sehari ia
menghadiri 12 majelis ilmu dalam berbagai macam disiplin ilmu.
Beliau juga termasuk ulama yang produktif, beberapa karya beliau antara
lain, Syarah Shahih Muslim, Syarah Muhadzab, dan Riyadh as-Shalihin.
Banyak ulama yang mengakui Imam Nawawi sebagai Syaikh al-Islam. Di
antaranya, Tajuddin As Subki dalam Thabaqat-nya, Imam Sakhawi dalam
al-Ihtimam, serta Syaikh Abdul Ghani Daqqar dalam karyanya Imam an-Nawawi Syaikh al-Islam wa al-Muslimin.
Beliau wafat pada tahun 676 H dan dikebumikan di Nawa.

*4. Taqiyuddin Ibnu Daqiq al-Ied*
Lahir pada 625 hijriyah, berasal dari keluarga terpandang. Melalui ayahnya, Abu Hasan Ali bin Wahab yang juga seorang ulama ia mendalami fikih mazhab Syafi’i. Ia juga mempelajari hal yang sama kepada murid ayahnya, Al Baha’ al-Qufthi. Sedangkan, ilmu bahasa Arab ia berguru kepada Muhammad bin Fadh al-Mursi.
Semangatnya dalam menuntut ilmu begitu kuat. Taqiyuddin terbang ke Cairo dan berguru kepada Izzudin bin Abdissalam.
Ia pernah mengajar di Dar al-Hadits, Qahira. Banyak ulama yang mengakui ketinggian ilmunya. Al Adfawi pernah berkata, ”Tidak ragu lagi bahwa ia adalah seorang mujtahid, tak ada yang menyanggah, kecuali orang-orang yang keras kepala.”

Karya yang telah dihasilkan, di antaranya Ihkam al-Ahkam, Syarh Umdah
al-Ahkam, al-Iqtirah (Musthalah Hadits), dan Syarh Muqadimah Mathruzi (ushul fikih).
Beberapa ulama telah menyebutnya sebagai Syaikh al-Islam, antara lain
Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat-nya, Imam ad-Dzahabi dalam Tadzkirah
al-Huffadz, dan Ibnu Hajar al-Haitami al-Maki. Taqiyuddin wafat pada 716 H.

*5. Ibnu Taimiyah*
Setelah pasukan Tatar menguasai Harran (kini berada di Turki), ia yang lahir di tahun 661 hijriyah, diajak ayahnya hijrah ke Damaskus. Di sana ia berguru kepada beberapa ulama, salah satunya Ibnu Abdu al-Qawi at-Thufi.
Penguasaan terhadap ilmu tidak diragukan lagi, selain menguasai masalah
ushul dan furu’, ia juga seorang hafidz, faqih, dan mufassir. Tak heran pada umur 19 tahun beliau sudah berfatwa.
Guru dari Ibnu Qayim al-Jauziyah, dan Ibnu Katsir ini pernah membuat karya yang cukup fenomenal, Majmu’ah al- Fatawa, Jawab As Shahih, Iqtidha’ Sirath al-Mustaqim, dan Qawa’id Nuraniyah.
Para ulama yang menjulukinya sebagai Syaikh al-Islam antara lain, Imam
Dzahabi, Ibnu Qayim al-Jauziyah, dan Hafidz al-Mizzi.
Ibnu Taimiyah Wafat pada 20 Dzulhijjah 728 H, ketika beliau dalam penjara Qal’ah Dimasyq yang disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnu Qayyim.

*6. Taqiyuddin as-Subki*
As Subki lahir di tahun 683 hijriyah. Ayahnya, Zainuddin adalah sekaligus
gurunya itu adalah seorang hakim. Ia diboyong orang tuanya ke Mesir, untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Hafidz Dimyathi dan Syaikh al-Islam Ibnu Daqiq al-Ied.
Para ulama semasanya, seperti Al Baji, Ibnu Rif’ah, dan Dimyathi
menjulukinya dengan Imam Muhaditsin, Imam Fuqaha, dan Imam Ushuliyin.
Tajuddin as-Subki dan Hafidz al-Mizzi pun memberikan gelar Syaikh al-Islam.
Beberapa karyanya antara lain, Tafsir Durar an-Nadzim, Al Ibhaj Syarh
Minhaj, dan Majmu’ Syarh al-Muhadzab.
Jasad as-Subki, yang wafat pada tahun 756 di Cairo ini diiringi ribuan umat
Islam. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menandingi jumlah petakziyah Imam Ahmad bin Hanbal, kecuali jumlah petakziyah as-Subki.

*7. Ibnu Hajar al-Atsqalani*
Ia lahir dalam keadaan yatim pada tahun 733 hijriyah di Mesir. Di usia 9
tahun, beliau sudah mempu menghafal al-Qur’an, hafal al-’Umdah (kumpulan Hadits-Hadits hukum), Alfiyah Hadits Iraqi (ilmu Hadits).
Imam Syaukani menyebutkan bahwa guru-guru Ibnu Hajar adalah para pakar di bidang masing-masing, antara lain: Hafidz al-Iraqi (ahli Hadits), Ibnu Mulaqqin (ulama terbanyak berkarya), dan Al Bulqini (ahli fikih). Ia pun telah melakukan perjalanan ke Hijaz, Yaman, Syam, dan Makkah untuk mecari ilmu.
Guru dari Imam Sakhawi dan Imam Suyuthi ini menghasilkan karya fenomenal Fathu al-Bari, dalam waktu 25 tahun. Juga beberapa buku yang berhubungan dengan kedudukan periwayat Hadits, seperti Lisan al-Mizan dan Tahdzib at- Tahdzib.
Ulama yang menggelarinya dengan Syaikh al-Islam adalah Imam as Suyuthi. Imam Sakhawi pun mengarang buku khusus yang berjudul Jawahir ad Dhurar fi Tarjamah Syaikh al Islam Ibnu Hajar. Beliau wafat tahun 852 H di Mesir.

Syaikh Ja'far Al-Barzanji (Pengarang Kitab Maulid Al-Barzanji)

Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj.

Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.
Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.
Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.
Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini!

Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah.

Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji ‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.

Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.
Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan” Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.

Membongkar Sebuah Kebohongan Sejarah

Membongkar Sebuah Kebohongan & DUSTA
Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922) ­yang dibuat ulang pada tahun 1979­ dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.

Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?

Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan PANGERAN WALLACHIA, keturunan Vlad DRACUL. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman­ sebagai wakil Islam­dan Kerajaan Honggaria­ sebagai wakil Kristen­semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia. Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel­ benteng Kristen­ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara­ yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab­ yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia: “Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu.

Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania, Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat­ khususnya umat Islam sendiri­yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka­ pahlawan dari pihak Islam­ dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.

Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di atas, buku “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain­ politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini­ walaupun masih merupakan langkah awal­ bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.

Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW

Perlu diketahui, sejatinya Allah SWT juga menjadikan hari kelahiran Nabi SAW sebagai momen istimewa. Fakta bahwa Rasul SAW terlahir dalam keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177) adalah salah satu tengara. Fakta lainnya:

Pertama, perkataan Utsman bin Abil Ash Atstsaqafiy dari ibunya yang pernah menjadi pembantu Aminah r.a. ibunda Nabi SAW. Ibu Utsman mengaku bahwa tatkala Ibunda Nabi SAW mulai melahirkan, ia melihat bintang bintang turun dari langit dan mendekat. Ia sangat takut bintang-bintang itu akan jatuh menimpa dirinya, lalu ia melihat kilauan cahaya keluar dari Ibunda Nabi SAW hingga membuat kamar dan rumah terang benderang (Fathul Bari juz 6/583).

Kedua, Ketika Rasul SAW lahir ke muka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam).

Ketiga, riwayat yang shahih dari Ibn Hibban dan Hakim yang menyebutkan bahwa saat Ibunda Nabi SAW melahirkan Nabi SAW, beliau melihat cahaya yang teramat terang hingga pandangannya bisa menembus Istana-Istana Romawi (Fathul Bari juz 6/583).

Keempat, di malam kelahiran Rasul SAW itu, singgasana Kaisar Kisra runtuh, dan 14 buah jendela besar di Istana Kisra ikut rontok.
Kelima, padamnya Api di negeri Persia yang semenjak 1000 tahun menyala tiada henti (Fathul Bari 6/583).

Kenapa peristiwa-peristiwa akbar itu dimunculkan Allah SWT tepat di detik kelahiran Rasulullah SAW?. Tiada lain, Allah SWT hendak mengabarkan seluruh alam bahwa pada detik itu telah lahir makhluk terbaik yang pernah diciptakan oleh-Nya, dan Dia SWT mengagungkan momen itu sebagaimana Dia SWT menebar salam sejahtera di saat kelahiran nabi-nabi sebelumnya.


Hikmah maulid

Peringatan maulid nabi SAW sarat dengan hikmah dan manfaat. Di antaranya: mengenang kembali kepribadian Rasulullah SAW, perjuangan beliau yang penuh pelajaran untuk dipetik, dan misi yang diemban beliau dari Allah SWT kepada alam semesta.

Para sahabat radhiallahu anhum kerap menceritakan pribadi Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan. Salah satu misal, perkataan Sa’d bin Abi Waqash radhiyallahu anhu, “Kami selalu mengingatkan anak-anak kami tentang peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW, sebagaimana kami menuntun mereka menghafal satu surat dalam Al-Quran.”

Ungkapan ini menjelaskan bahwa para sahabat sering menceritakan apa yang terjadi dalam perang Badar, Uhud dan lainnya, kepada anak-anak mereka, termasuk peristiwa saat perang Khandaq dan Bai’atur Ridhwan.
Selain itu, dengan menghelat Maulid, umat Islam bisa berkumpul dan saling menjalin silaturahim. Yang tadinya tidak kenal bisa jadi saling kenal; yang tadinya jauh bisa menjadi dekat. Kita pun akan lebih mengenal Nabi dengan membaca Maulid, dan tentunya, berkat beliau SAW, kita juga akan lebih dekat kepada Allah SWT.

Sempat terbesit sebuah pertanyaan dalam benak, kenapa membaca sirah baginda rasulullah mesti di bulan maulid saja? Kenapa tidak setiap hari, setiap saat? Memang, sebagai tanda syukur kita sepatutnya mengenang beliau SAW setiap saat. Akan tetapi, alangkah lebih afdhal apabila di bulan maulid kita lebih intens membaca sejarah hidup beliau SAW seperti halnya puasa Nabi SAW di hari Asyura’ sebagai tanda syukur atas selamatnya Nabi Musa as, juga puasa Nabi SAW di hari senin sebagai hari kelahirannya.

Nah, sudah saatnyalah mereka yang anti maulid lebih bersikap toleran. Bila perlu, hendaknya bersedia bergabung untuk bersama-sama membaca sirah Rasul SAW. Atau, minimal – sebagai muslim– hendaknya merasakan gembira dengan datangnya bulan Rabiul Awal. Sudah sepantasnya di bulan ini kita sediakan waktu untuk mengkaji lebih dalam sejarah hidup Rasul SAW. Jangan lagi menggugat maulid!