Friday, November 26, 2010

Tari Leyek (D.I. YOGYAKARTA)

Tari Leyek
(D.I. YOGYAKARTA)

            Tarian Leyek ini berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak tercatatnya dalam buku-buku pengetahuan umum, membuat saya merasa tertarik untuk mengetahui secara lengkap tentang tarian ini. Berikut ini adalah seuntai cerita tentang keberadaan tarian khas Islam Yogyakarta.
Peradaban kuno tentang Kerajaan Mataram Islam tentu saja tidak bisa dipisahkan dengan asal mula tarian rakyat ini. Terutama pada perkembangan agama Islam di tanah Mentaok ini. Lain cerita tentang Syech Belabelu dan Syech Maulana Maghribi yang berada di pesisir selatan.
Tersebutlah seorang darah bangsawan Majapahit, nama kecilnya adalah Raden Trenggono, setelah belajar kepada Sunan Kalijaga namanya diubah menjadi nama seorang yang benar-benar mengetahui segala seluk beluk agama Islam yakni Panembahan Bodho. Singkat cerita Panembahan Bodho memenuhi tugas yang diembannya di daerah Tanah Perdikan Mangir.
Jauh sebelum peristiwa Ki Ageng Mangir Wanabaya tewas di tangan Panembahan Senopati. Kerajaan Islam kedua di tanah Mataram yang belum pernah mencapai kejayaannya, Kerajaan Islam Mataram Kidul.
Peradaban Islam itu mulai tumbuh dengan segarnya di tanah ini, meski penghulu tanah perdikan ini sebelum Wanabaya tidak mau masuk Islam. Terkenallah sebuah permainan musik yang diciptakan oleh Panembahan Bodho dengan salah seorang santrinya, yakni Kesenian Rodat.
Banyaknya orang yang berjoget ria ketika lantunan sholawat nabi yang diiringi oleh Kesenian Rodat membuat Panembahan Bodho merasa harus meluruskan, bahwa boleh saja senang ria dengan sholawat atau maulid tapi jangan sampai seperti kelewatan. Apa boleh buat, dengan dipandu oleh santri-santrinya Panembahan Bodho berusaha meluruskan jogetan itu menjadi sebuah tarian yang sopan namun tidak mengurangi rasa gembira di hati.
Akhir dari sebuah perjalanan peristiwa itu terciptalah Tarian Leyek untuk mengiringi Sholawat Maulid yang dimusiki oleh Kesenian Musik Rodat.
Tariannya semangat suka ria yang mencerminkan bagaimana cara menyambut Nabi Muhammad saw yang diyakini oleh masyarakat hadir ditengah-tengah perayaan Maulid itu. Alunannya seperti ombak pantai Selatan yang tajam namun indah. Properti yang digunakan berupa tipas atau kipas.
Kesenian Rodat dan Tarian Leyek ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bisa saja hanya Kesenian Rodat, namun rasanya ada yang kurang lengkap tanpa hadirnya Leyek. Kedua kesenian ini bergembang terus di daerah Bantul, Yogyakarta seperti Kauman Wijirejo, Mangir, Ngeblak, Sabunan, dan daerah lain.

Wednesday, November 24, 2010

Riwayat Singkat KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)

KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Syaikhona Kholil Bangkalan (Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU)

Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan). Mujammil Qomar, penulis buku "NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam", melukiskan peran ketiganya sebagai berikut Kiai Wahab sebagai pencetus ide, Kiai Hasyim sebagai pemegang kunci, dan Kiai Cholil sebagai penentu berdirinya.

Nasionalisme Seorang "Oemar Bakri"

Siapa yang tak kenal Oemar Bakri? Lewat sebuah lagu, seorang musisi Iwan Fals menyanyikannya untuk para guru di Indonesia. Seperti apakah Bapak Oemar Bakri yang ada di lagu yang berjudul dirinya itu? Lihat dan cermati bagaimana Iwan Fals menorehkan kata-kata yang menjadi cerminan keadaan dari Oemar Bakri. Nasionalisme seperti apakah yang diterapkan oleh seorang guru?

Seorang guru yang bekerja tanpa memperdulikan bagaimana keadaan dirinya, ia dedikasikan semua ilmu yang ia punya untuk bangsa negara.

Tas hitam dari kulit buaya

"Selamat pagi!", berkata bapak Oemar Bakri

"Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali!"

Tas hitam dari kulit buaya

Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti

Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu


(*)

Laju sepeda kumbang di jalan berlubang

S'lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang

Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang

Banyak polisi bawa senjata berwajah garang



Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan 

"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan

Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang

Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang

Busyet... Standing dan terbang


Reff. 

Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri

Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi 

Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri

Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi 

Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri



Kembali ke (*)

Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan 

"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan

Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang

Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut

Bakrie kentut... Cepat pulang

Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri

Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi 

Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri

Oemar Bakri... Bikin otak orang seperti otak Habibie 

Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri


Sejarah Madzhab Wahabbiy


Mazhab Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya keliru dengan mereka kerena mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah.

Wednesday, November 17, 2010

Ramalan sabda palon,fenomena alam dan kebangkitan MAJAPAHIT


Beberapa tahun belakangan ini di negri kita terjadi masalah yang tak henti2nya.Dari terorisme,korupsi yang membudaya,bencana alam yang tak habis2nya..
Dan yang terakhir dan menyesakkan dada adalah bencana gempa bumi di padang..
Bagi yang tidak percaya ramalan pasti menganggap ini siklus tahunan fenomena alam yang biasa terjadi.Dan bagi yang percaya ramalan akan menghubung2kan dgn ramalan dari tokoh2 terkenal sepertimama laurent dan beberapa menghubungkan dengan ayat2 kitab suci.
Terus saya yang orang Bali yang juga punya darah jawa majapahit (konon leluhur saya para arya yang hijrah ke Bali saat akhir majapahit) juga mempercayai ramalan yang terkenal di kalangan jawa tradisional/kejawen,dan orang bali yaitu ramalan


MENGUJI MITOS NOTO NOGORO


A. JANGKA JAYABAYA
Ramalan Jangka Jayabaya telah banyak dibuktikan kebenarannya seperti antara lain :
• runtuhnya Majapahit; Semut ireng anak – anak sapi (masuknya penjajah dari benua Eropa);
• Kebo bongkang nyabrang kali Bengawan (Belanda pulang terusir oleh bangsa Indonsia);
• Mengko yen ana tahun Saka diwolak – walik padha, Indonesia bakal arep dikuasai putrane maneh (tahun 1881 S, yakni tahun 1949 M, dimana Belanda menyerahkan kembali kedaulatan R. I kepada R. I yang diwakili oleh Sri Sultan IX),

Keganasan Bahaya Laten Wahabi Terbukti di Pakistan

Tujuh puluh (70) orang meninggal dunia, dan 120 mengalami luka-luka akibat serangan bom bunuh diri yang di lakukan oleh tiga anggota wahabi Pakistan.
Serangan itu terjadi pada tanggal 1 / 7 / 2010 di sebuah makam ulama sufi (Sayyid Ali Hajwairi ) di Lahor yang banyak di kunjungi para pelawat dari kalangan umat Islam beraliran sufi. Para pengikut ajaran wahabi adalah kelompok yang sangat membencikan orang-orang sufi dan mengkafirkan mereka.

Kisah Kiai Abbas Buntet dalam Peristiwa 10 November (Memperingati Hari Pahlawan)

Di balik peristiwa dahsyat 10 November 1945 yang kemudian dikenal sebagai “Hari Pahlawan” itu, sejarah mencatat nama seorang tokoh ulama dari kota Cirebon yang saat itu kedatangannya di kota Surabaya amat dinantikan. Bahkan, saat Bung Tomo datang berkonsultasi kepada K.H. Hasyim Asy'ari guna meminta restu dimulainya perlawanan terhadap tentara Sekutu, Kiai Hasyim menyarankan agar perlawanan baru akan dimulai saat ulama dari Cirebon sudah datang. Ulama yang dimaksud adalah K.H. Abbas, pengasuh Pesantren Buntet, Cirebon.

Kontradiksi Syaikh Al-Utsaimin Dalam Konsep Bid’ah

Di antara tokoh Wahhabi Saudi adalah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Seperti halnya tokoh-tokoh Wahhabi yang lain semisal Ibn Baz dan al-Albani , al-Utsaimin berupaya dengan sekuat tenaga dan mengerahkan seluruh energi untuk meyakinkan para pengikutnya, para pengagumnya, dan para pemujanya bahwa semua bid'ah itu pasti `sesat', dan yang namanya `sesat' pasti masuk `neraka'. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan pernyataan al-Utsaimin yang begitu muluk-muluk dalam risala kecil tentang bid'ah yang ditulisnya berjudul al-Ibda' fi Kamal Syar'i wa Khathar al-Ibtida' (kreasi tentang kesempurnaan syara' dan bahayanya bid'ah), berikut ini:

Fasal tentang Qurban

Hukum menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkad bagi muslim, yang baligh dan berakal. Tiga hal yang barusan juga menjadi syarat atas setiap perintah yang wajib dan yang sunnah. Khusus untuk melaksanakan ibadah Qurban, disyaratkan pula mampu secara ekonomi untuk melaksanakannya sebagaimana ibadah haji.

IKHTISAR PERBEDAAN IDUL ADHA 1431 H

Dalam beberapa diskusi terdapat berbagai pertanyaan kenapa terjadi perbedaan dalam melaksanakan idul adha 1431H, dalam hal ini kami akan mengetengahkan sebab perbedaanya, dalam penentuan awal bulan qamariyah terdapat dua aliran yang berkembang, yaitu aliran Ru’yah dan aliran Hisab, ru’yah adalah kegiatan melihat fenomena bulan ) pada akhir bulan bula qamariyah yaitu pada tanggal 29 bulan qamariyah setelah ghurub syam (tenggelam matahari/sunset), sedangkan hisab yang berkaitan dengan hal ini adalah kegiatan menghitung perjalanan matahari dan bulan, penggunaan 2 alitran ini pada dasarenya diambil dari dalil yang sama seperti pada hadist berikut :
عن إبن عمر رضي الله عنه أنّ رسول الله ص,م ذكررمضان فقال :لا تصوموا حتى تروا الهلال ولاتفطروا فإن غمّ عليكم فاقدرواله (رواه البخارى والمسلم).
perbedaan ini dipicu dari menginterpretasikan lafadz “faqduruu lah” , aliran hisab mengartikannya dengan menghitung berapa hari panjangnya bulan yang lama, sedangkan yang memakai rukyah berdasarkan nash hadist, tetapi kemudian menyempurnakan (ikmal) hari apabila terjadi ‘Ghumma” mendung dan hilal tidak dapat diru’yah.

Thursday, November 4, 2010

Mengadzani Bayi yang Baru Dilahirkan

Anak merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada sebuah keluarga. Namun anak juga merupakan amanah yang mesti dijaga, dirawat serta dididik oleh kedua orang tuanya. Mendidik anak sudah harus dimulai sebelum anak itu lahir kedunia, tid...ak hanya dilakukan setelah ia besar.

Salah satu bentuk pendidikan terhadap anak yang sering dilakukan dalam tradisi masyarakat kita adalah membacakan adzan dan iqamah ketika anak tersebut baru saja dilahirkan. Bagaimana hukumnya melakukan hal tersebut? Apakah pernah diajarkan Rasulullah SAW?

Para ulama sepakat bahwa sunnah hukumnya mengumandangkan adzan dan iqamah pada saat seorang bayi terlahir ke dunia.

Dalam Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz I, hal 61 dinyatakan bahwa adzan juga disunnahkan untuk perkara selain shalat. Di antaranya adalah adzan di telinga anak yang baru dilahirkan. Seperti halnya sunnnah untuk melakukan iqamah di telinga kirinya.

Kesunnahan ini dapat diketahui dari sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abi Rafi’ :

عَنْ أبِي رَافِعٍ أنَّهُ قَالَ, رَأيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أذَّنَ فِيْ أذُنِ الحُسَيْنِ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ --سنن أبي داود

Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW mengumandangkan Adzan di telinga Husain ketika siti fatimah melahirkannya. (Yakni) dengan Adzan shalat. (HR Abi Dawud).

Lalu tentang fadhilah dan keutamaannya, Sayyid Alawi al-Maliki dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il menyatakan bahwa mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri hukumnya sunnah. Para ulama telah mengamalkan hal tersebut tanpa seorangpun mengingkarinya.

Sayyid Alawi menyatakan, perbuatan itu ada relevansinya untuk mengusir syaitan dari anak yang baru lahir tersebut. Karena syaitan akan lari terbirit-birit ketika mereka mendengar adzan sebagai mana yang keterangan yang ada dalam hadits.

Dengan demikian jelaslah hukun dan fungsi mengumandangkan adzan dan iqamah untuk anak yang bari lahir.

KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember

Radikalisme dalam Masjid`

Judul: Benih-Benih Islam Radikal di Masjid; Studi Kasus Jakarta dan Solo
Penulis: Ridwan al-Makassary (Ed.)
Pengantar: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Penerbit: CSRC, UIN Jakarta
Cetakan: I, 2010
Tebal: xxxii+358 Halaman
Peresensi: Ahmad Syauqi, SH, M.Hum*

Keberadaan masjid sebagai pertanda bahwa Islam sebagai agama masih eksis di muka bumi ini. Eksistensi masjid merupakan ikon kejayaan Islam, karena masjid sebagai pertanda tempat beribadan umat Islam. Kalau ada pertanyaan apa yang paling Islam dari masjid? Jawabnya sangat sederhana; salatnya. Selain itu merupakan akulturasi dan hasil ijtihad. Seperti kubah tidak ada dalam tradisi Arab. Di Eropa kubah identik dengan gereja. Jadi kubah merupakan Islamisasi kultural oleh umat Islam. Menara (manarot) yang merupakan bagian penting dari masjid juga bukan dari Islam. Mulanya adalah tempat api untuk memuja para dewa dari bangsa Majusi.

Fungsi masjid di dalam Islam tidak hanya sebatas sebagai tempat ibadah, melainkan multifungsi. Dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika Nabi mau menyelesaikan persoalan yang terkait dengan persoalan umat Islam semuanya dilaksanakan di masjid. Sehingga masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat salat, melainkan berfungsi sebagai tempat musyawarah, pendidikan, lembaga perekonomian, seperti baitul mal, tempat pelatihan aneka keterampilan (skill), hingga latihan perang.

Dalam catatan sejarah, tidak sedikit kita temui dalam beberapa literatur, data yang menunjukkan tentang alih fungsi tempat ibadah. Seperti masjid yang berubah menjadi gereja, dan tidak sedikit pula gereja yang menjadi masjid. Dinamika itu terjadi karena masing-masing agama mempunyai visi dan misi untuk mengajak umat agar memeluk, masuk dan menjadi pengikutnya sehingga berjumlah banyak dan menjadi kuat.

Tetapi Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin dalam perkembangannya tetap menampilkan sebagai agama berwajah ramah dan damai. Karena hingga kini, belum ada data yang menampilkan dikala Islam datang kemudian menghancurkan tempat ibadah agama lain. Di mata dunia, umat muslim merupakan masyarakat yang memiliki karakter ramah dan damai. Tetapi dalam dasawarsa ini, sifat itu tercoreng akibat maraknya aksi-aksi kekerasan dan teror bom, yang dipicu oleh peningkatan pemikiran Islam radikal di Indonesia.

Pasca runtuhnya kekuasan Orde Baru yang dinahkodai Soeharto, beralih menjadi masa reformasi ada perbincangan serius di kalangan umat Islam sendiri tentang kondisi masjid sebagai tempat peribadatan muslim. Hal itu wajar terjadi karena umat Islam Indonesia tergolong dalam beberapa kelompok. Mulai dari yang mengaku dirinya sebagai golongan Islam moderat (al tawassuth) yang wakili oleh NU dan Muhammadiyah hingga yang golongan radikal seperti Wahabi, Salafi, HTI, Front Pembela Islam (FPI), TMI, LDII dan kelompok Islam liberal sekarang justru banyak diminati anak muda muslim. Dua kelompok Islam (moderat dan radikal) sama-sama mempunyai pengikut besar jumlahnya dan mempunyai masjid sebagai tempat peribadatan masing-masing.

Melihat adanya beberapa aliran diatas, maka kasusnya berbeda dengan yang kita dapati pada waktu sebelumnya. Kalau dulu banyak tempat ibadah agama tertentu menjadi tempat peribadatan agama lain, di Indonesia justru terjadi yang sebaliknya. Masjid milik kelompok Islam tertentu mulai dikuasai oleh kelompok Islam yang mempunyai pemikiran radikal.

Akibat tindakan yang dilakukan kelompok Islam radikal, akhirnya muncul adanya kekhawatiran dari ormas Islam akan kehilangan masjidnya. Tidak heran jika ada anekdot mengatakan, jika orang NU salat di masjid Muhammadiyah, sandalnya hilang. Kalau orang Muhammadiyah, salat di masjid NU, maka masjid NU-nya yang hilang. Sedangkan kalau orang PKS salat di masjid Muhammadiyah, maka jamaah masjidnya yang hilang.

Menyikapi hal diatas, dua ormas terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah membuat kebijakan. Kebijakan yang dimaksud adalah PBNU mengeluarkan rekomendasi tentang sertifikasi masjid-masjid NU agar tidak diambil oleh kelompok Islam radikal. Sementara PP Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Desember 2006 agar hasil amal usaha Muhammadiyah tidak dicablok oleh kelompok Islam radikal.

Lalu, benarkah ada pemikiran radikal di masjid dan seberapa jauh masjid digunakan sebagai locus persemaian pemikiran radikal? Buku Benih-Benih Islam Radikal di Masjid; Studi Kasus Jakarta dan Solo yang merupakan hasil penelitian garapan Centre for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta yang isinya banyak menyajikan data-data secara akurat dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut diatas.

Sederhananya buku ini ingin menampilkan kepada para tokoh agamawan, pemerhati, peneliti, akademisi, pimpinan ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah dan masyarakat sendiri. Bahwa dari data yang dihasilkan di lapangan, ada ketidaksamaan pendapat/pemikiran antara elit-elit agamawan dengan pengikutnya. Misalnya, para elit agama (NU dan Muhammadiyah) wacana tentang NKRI sudah final dan tidak bisa digantikan dengan sesuatu apa pun, data di bawah (grass root) masih menunjukkan bahwa umat Islam yang berkeinginan wajib mendirikan negara Islam 21% dan umat Islam wajib memperjuangkan khilafah angkanya mencapai 32% (hl. 91).

Contoh lain tentang formalisasi syari’ah. Elit-elit agama sering beranggapan bahwa hukum di Indonesia telah mengakomodasi hukum syari’ah dan tak perlu memperjuangkan hukum formal, dari data yang dihimpun jamaah masih beranggapan wajib memberlakukan pidana Islam 31%, umat Islam wajib memperjuangkan Piagam Jakarta 45%, Negara berwenang mengatur cara pakaian 60% (hl. 52). Dan masih banyak ketimpangan opini lainnya, misalnya tentang terorisme, tindakan FBI yang semakin brutal, aliran Ahmadiyah, isu gender, dan faham pluralisme.

Pemikiran Islam radikal –jujur dan tidak perlu ditutup-tutupi– memang mulai menggejala di beberapa masjid di Indonesia, tidak sedikit pula masjid yang moderat. Tetapi kalau pemikiran-pemikiran radikal terus berkembang dan ada upaya-upaya strategis yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal, maka akan berbahaya terhadap wajah masa depan Islam Indonesia yang dinilai oleh bangsa luar sebagai masyarakat muslim yang ramah dan damai.

*Ketua Umum PP IPNU