Saturday, October 23, 2010

65 Tahun Resolusi Jihad Gus Mus Ingatkan Kewajiban Hubbul Wathan

Jumat, 22 Oktober 2010 10:38
Rembang, NU Online
Segenap elemen bangsa di negeri ini harus selalu menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Indonesia itu negeri cantik, kelompok di manapun pasti terpesona dengan negeri ini. Jadi, bukan hal yang mustahil Indonesia akan terus dirongong, baik ideologi kebangsaannya, kebudayaannya, ataupun kekayaan alamnya.


Demikian taushiyah Wakil Rois Aam, KH Musthofa Bisri, atau Gus Mus, untuk memperingati 65 tahun Resolusi Jihad yang disampaikan tadi malam di Rembang (21/10).

"Resolusi Jihad yang dideklarasikan Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary di Surabaya, yang kemudian menginspirasi pertempuran 10 Nopember 1945 melawan Inggris, merupakan juga inspirasi untuk kita akan kewajiban bela negara, kewajiban hubbul wathan," kata Gus Mus.

Dalam kesempatan itu juga Gus Mus mengingatkan pada masyarakat untuk memaknai dan memahami jijhad secara benar. "Mbah Hasyim mengingatkan kita tentang pemahaman yang benar mengenai jihad," tegas Gus Mus sungguh-sungguh.

Dalam kondisi sekarang, lanjut Gus Mus, di mana semua orang seperti boleh berbicara apa saja, NU sebagai organisasi para ulama dan para jama’ahnya, perlu tampil untuk mengajarkan pemahaman yang benar terutama dalam kaitan permasalahan agama.

"NU perlu terus mengumandangkan dengan lantang hubbul wathan, yang akhir-akhir ini muncul segelintir orang yang terlalus silau dengan apa saja, termasuk ideologi, yang datang dari luar," ungkapnya.

Sementara itu, di tempat terpisah, M Mas'ud Adnan (Sekretaris Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng) menyebut bahwa perang arek-arek Surobaya adalah peperangan ulama dan santri melawan penjajah.

Dia menceritakan bahwa Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Alquran. Sekali lagi, membela tanah air?”

"Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945," ungkap Adnan.

"Meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu. Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang," pungkasnya. (hmz) 
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=25673

0 comments:

Post a Comment