Thursday, December 16, 2010

Dalil Yang Dipakai Wahhabi Untuk Melarang Dzikir Berjama'ah

Mari kita pelajari salah satu dalil khusus yang sering dijadikan senjata oleh Wahhabi dalam melarang Dzikir Berjama'ah. Dalil yang menyebutkan larangan berzikir berjamaah atau menghitung bacaan zikir dengan batu atau biji tasbih, adalah perkataan Abdullah bin Mas'ud Ra. yang diriwayatkan oleh ad-Darimi. Dalil ini tampaknya sering digunakan oleh kaum Salafi & Wahabi untuk mengharamkan kegiatan tahlilan dan zikir berjama'ah serta melabelkan padanya tuduhan bid'ah. 

Mari kita lihat riwayat tersebut, sebagaimana tercantum di dalam buku Ensiklopedia Bid'ah halaman 86, lengkapnya sebagai berikut: 

Dari 'Amr bin Yahya, dia berkata, "Aku mendengar ayahku menceritakan dari bapaknya, dia berkata, 'Kami pernah duduk-duduk di pintu (rumah) Abdullah bin Mas'ud sebelum shalat shubuh -(biasanya bila dia keluar dari rumahnya) kami pun peri bersamanya ke masjid. Tiba-tiba datang Abu Musa al-Asy'ari Ra. Dan berkata, 'Adakah Abu Abdurrahman (Abdullah bin Mas'ud) telah keluar pada kalian?' Kami menjawab, 'Belum.' Lalu dia pun duduk bersama kami sampai akhirnya Abdullah bin Mas'ud keluar. Setelah dia keluar, kami berdiri menemuinya dan Abu Musa al-Asy'ari berkata, 'Wahai Abu Abdurrahman, tadi aku melihat di masjid suatu perkara yang aku mengingkarinya, dan alhamdulillah aku tidak melihatnya kecuali kebaikan. Dia bertanya, 'Apa itu?' Abu Musa menjawab, ' Bila kau masih hidup niscaya kau akan melihatnya sendiri.' Abu Musa lalu berkata, 'Aku melihat di masjid beberapa kelompok orang yang duduk membentuk lingkaran (halaqah) sambil menunggu (waktu) shalat. Dalam setiap lingkaran itu ada seseorang yang memimpin dan di tangan mereka ada batu-batu kecil, laki-laki itu berkata, 'Bacalah takbir 100 kali,' mereka pun bertakbir 100 kali, kemudian ia berkata lagi, 'Bacalah tahlil 100 kali', mereka pun bertahlil 100 kali, kemudian ia berkata lagi, 'Bacalah tasbih 100 kali', mereka pun bertasbih 100 kali. 

Abdullah bin Mas'ud bertanya, 'Apa yang kamu katakan pada mereka?' Abu Musa menjawab, 'Aku tidak akan mengatakan apa pun pada mereka, karena aku menunggu pendapatmu atau menunggu perintahmu!' Abdullah bin Mas'ud menjawab, 'Tidakkah kamu katakan pada mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan mereka, dan kau beri jaminan bagi mereka bahwa tidak ada sedikit pun dari kebaikan mereka yang akan hilang begitu saja?' Kemudian dia pergi dan kami pun ikut bersamanya, hingga tiba di salah satu kelompok dari kelompok-kelompok (yang ada di masjid) dan berdiri di hadapan mereka, lalu berkata, 'Apa yang kalian sedang kerjakan?' Mereka menjawab, 'Wahai Abu Abdurrahman, (ini adalah) batu-batu kecil yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid.' Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian. Aku akan menjamin bahwa tidak ada sedikit pun dari kebaikan-kebaikan kalian yang akan hilang begitu saja. Celaka kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian. Lihat sahabat-sahabat Nabi Saw., masih banyak baju-baju mereka yang belum rusak dan bejana-bejana mereka belum pecah. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh (apakah) kalian ini ada pada ajaran yang lebih baik dari ajaran Muhammad ataukah kalian sedang membuka pintu kesesatan.' 

Mereka menjawab, 'Demi Allah wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan.' Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi dia tidak dapat meraihnya, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda kepada kami bahwa ada sekelompok orang yang membaca al-Qur'an tapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja. Demi Allah, aku tidak tahu, barangkali sebagian besar mereka itu dari kalian-kalian ini.' Kemudian dia pergi. Amr bin Salamah berkata, 'Kami lihat sebagian besar mereka memerangi kita pada perang Nahrawan bersama dengan kelompok Khawarij." (Hadis ini diriwayatkan oleh ad-Darimi). 

>> Riwayat tersebut sepertinya dianggap mewakili dalil khusus yang jelas-jelas melarang zikir berjama'ah, atau melarang menghitung zikir dengan batu atau biji tasbih. Akan tetapi, memanfaatkan riwayat ini untuk menetapkan pelarangan tersebut atau untuk memvonis bid'ah amalan berzikir berjama'ah atau menghitung zikir dengan batu atau biji tasbih, tidak dapat dibenarkan, dengan alasan: 

1. Bertentangan dengan hadis Rasulullah Saw., "Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majlis, berzikir kepada Allah di tempat itu, melainkan malaikat telah menaungi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut mereka pada kelompok makhluk yang ada di sisi-Nya (yaitu para malaikat dan para nabi-red)." (Hadis Shahih riwayat Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah, dan lain-lain). Abdullah bin Mas'ud Ra. Tidak mungkin tidak mengetahui hadis seperti ini, dan banyak lagi hadis-hadis lain yang senada dengan ini. 

2. Tentang menghitung jumlah zikir, Rasulullah Saw. juga banyak menyebut dalam hadis-hadis beliau, seperti: Bacaan subhanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar, yang masing-masing dibaca 33 kali, atau tentang keutamaan bacaan subhanallah wabihamdihi sebanyak 100 kali dalam satu hari, atau tentang bacaan laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu lahul-mulku walahul-hamdu yuhyii wayumiitu wahuwa 'ala kulli syai'in Qadiir sebanyak 100 kali, atau tentang permohonan ampun beliau dalam sehari 100 kali, dan lain sebagainya. Hadis-hadis tersebut menunjukkan dengan jelas legalitas menghitung jumlah bacaan zikir. 

3. Rasulullah Saw. tidak pernah melarang shahabat untuk menghitung zikir dengan batu atau yang lainnya, bahkan diriwayatkan beberapa shahabat seperti Abu Darda' Ra. dan Abu Hurairah Ra. memiliki sekantung batu kerikil atau biji kurma yang biasa digunakan untuk berzikir (lihat az-Zuhd, Abu 'Ashim, juz 1 hal. 141, Musnad Ahmad, juz 2 hal. 540, Sunan Abu Dawud, juz 2 hal. 253, Hilyatul Awliya', juz 1 hal. 383, dan lain-lain). 

4. Riwayat tentang Abdullah bin Mas'ud Ra. di atas memiliki kelemahan pada sanad (jalur periwayat)nya, di mana terdapat 'Amr bin Yahya bin 'Amr bin Salamah yang dianggap lemah periwayatannya oleh Yahya bin Ma'in dan Ibnu 'Adi. 

5. Riwayat tersebut tidak menunjukkan perkataan/sabda Rasulullah Saw., melainkan perkataan pribadi Abdullah bin Mas'ud Ra. (atsar shahabat), dengan kata lain merupakan qaul shahabi (perkataan shahabat) atau madzhab shahabi (pendapat shahabat). Jumhur (mayoritas) ulama ushul menganggap bahwa qaul shahabi atau madzhab shahabi tidak termasuk hujjah (argumen yang diakui) dalam menetapkan hukum kecuali bila sejalan dengan hadis Rasulullah Saw., karena para shahabat juga biasa berbeda pendapat satu sama lain (lihat Ushul al-Fiqh al-Islami, DR. Wahbah Zuhaili, juz 2, hal. 150-156), lihatlah pendapat Abu Musa al-Asy'ari pertama kali pada riwayat di atas saat ia berkata, "alhamdulillah aku tidak melihatnya kecuali kebaikan" . Bagaimana mungkin Abdullah bin Mas'ud tidak dapat melihat kebaikan yang dikatakan oleh Abu Musa al-Asy'ari tentang halaqah zikir di masjid itu, sementara pada riwayat lain Abdullah bin Mas'ud pernah berkata: "… apa yang dipandang baik oleh orang-orang muslim, maka dia adalah baik menurut Allah" (Riwayat Ahmad).Sungguh ini merupakan kejanggalan, apalagi, ternyata riwayat di atas banyak bertentangan dengan hadis-hadis Rasulullah Saw., maka amat sangat tidak sah untuk dijadikan dalil melarang zikir berjama'ah atau menghitung jumlah zikir, atau bahkan dijadikan dalil untuk melarang kegiatan tahlilan. 

6. Seandainya pun riwayat tersebut dianggap benar, maka sesungguhnya Abdullah bin Mas'ud Ra. sepertinya bukan semata-mata ingin mempermasalahkan zikir berjamaahnya atau menghitung zikirnya, tetapi sepertinya ia tahu betul siapa orang-orang yang berzikir itu, seolah ada isyarat yang ia ketahui jelas bahwa mereka itu adalah orang-orang yang akan menimbulkan masalah di kubu umat Islam. Buktinya, Abdullah bin Mas'ud Ra. langsung mengarahkan tudingan kepada mereka dengan peringatan Rasulullah Saw. tentang akan munculnya " sekelompok orang yang membaca al-Qur'an tapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja " , yang disinyalir oleh para ulama sebagai kelompok khawarij. Dan hal itu dibenarkan dengan pernyataan si periwayat yang bernama 'Amr bin Salamah, 'Kami lihat sebagian besar mereka memerangi kita pada perang Nahrawan bersama dengan kelompok Khawarij."

Nyatalah bahwa kaum Salafi & Wahabi memang memiliki dalil-dalil khusus untuk memvonis bid'ah meskipun sangat sedikit jumlahnya, tetapi tidak dapat dianggap sah karena ternyata dalil-dalil tersebut entah memiliki kelemahan, entah disalahpahami, maupun dipahami secara harfiyah saja tanpa mengkonfirmasikan dengan dalil-dalil lain yang berlawanan. Akibatnya, "larangan" yang ada pada dalil-dalil tersebut langsung saja diindikasikan maknanya dengan hukum haram atau terlarang. Padahal para ulama sudah membahas bahwa "larangan" tidak selalu berarti haram, kadang juga bisa makruh, bahkan kadang mubah karena kemutlakan larangannya dibatalkan oleh dalil lain. Contohnya, hadis Rasulullah Saw. tentang larangan keras minum sambil berdiri, dibatalkan hukum larangan itu oleh perbuatan Rasulullah Saw. sendiri saat beliau minum sambil berdiri.

Wallahu a'lam

0 comments:

Post a Comment