Friday, December 17, 2010

Mengenal Tafsir Syekh Abdul Qodir al-Jilani

Jakarta, NU Online
Komunitas Muslim Indonesia tentu tidak asing dengan nama Syekh Abdul Qodir al Jilani. Namanya selalu disebut dalam wirid-wirid, dalam ritual keagamaan, baik di masjid-masjid, di musholah-musholah, di rumah-rumah, dan di mana-mana. Bahkan sketsa wajahnya digambar di kaos-kaos.


Di Indonesia namanya disebut-sebut sebagai Sulthanul Auliya, rajanya para wali. Tapi, publik tidak banyak tahu bahwa Abdul Qodir al Jilani juga seorang mufasir atau ahli tafsir Al-Qur’an.

Demikian dikatakan KH Abdul Manan, Ketua Lembaga Takmir Masajid NU (LTM-NU), dalam sambutan di acara bedah kitab Tafsir al-Jilani, Gedung PBNU lantai delapan, Jumat (22/10).

Kang Manan, begitu KH Abdul Manan biasa dipanggil, mengatakan bahwa bedah tafsir al Jilani ini penting dilakukan, supaya muslim Indonesia mengetahui Syekh Abdul Qodir secara menyeluruh, tidak hanya manakib-nya, tapi juga karya-karyanya secara ilmiah.

Selain menghadirkan penyunting kitab tersebut, Dr. Muhammad Fadhil al Jilani dari Turki (juga cucu Syekh Abdul Qodir), bedah kitab ini dihadiri oleh banyak tokoh, antara lain KH Said Aqil Sirodj, KH Lukmanul Hakim (seorang pecinta tasawuf dari Pesantren Ciganjur) Rachmad Tatang Bachrudin (Ketua Lembaga Al-Jaelani Center Asia Tenggara), Helmy Faishal Zaini (Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal), dan lain-lain.

“Maklum saja tafsir ini tidak banyak diketahui, karena belum lama ditemukan. Kitab ini baru diterbit setahun yang lalu, oleh penerbit di Istambul Turki. Insya Allah, kita ini akan memperkaya khazanah kelimuan kita di pesantren khususnya, dan umat Islam umumnya,” ungkap Kang Manan.

Senada dengan Kang Manan, KH Lukmanul Hakim, seorang pecinta tasawuf, mengatakan bahwa penemuan kitab ini diharapkan dapat menambah kecintaan kita pada Syekh Abdul Qodir. “Dengan kitab ini, cinta kita pada beliau dengan tahu dan paham, bukan cinta buta,” ujar Lukman yang juga pengasuh di Pesantren Ciganjur.

“Terus terang saja, pesantren tidak banyak membalah (mengaji) kita bercorak sufustik. Dengan hadirnya kitab ini, minat pesantren terhadap kitab tafsir tasawuf akan meningkat. Kita baru berhenti pada suluk atau pengamalan, belum kajian tasawuf yang serius dan beragam,” lanjut Lukman.

Kitab Tafsir al Jilani terdiri dari enam jilid. Kitab ini mengandung kontroversi, karena ditemukan di perpustakaan Vatikan, kota suci umat Katolik. Sang penyunting yang juga cucu muallif, Syeikh Muhammad Fadhil al-Jilani, melakukan penelitian sepanjang 32 tahun, dan telah mengunjungi 20 perpustakaan di beberapa negara. (hmz) 
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=25713

0 comments:

Post a Comment