Tuesday, July 13, 2010

Bentengi Wahabi,Pengurus NU Harus Rapatkan Barisan

Masuknya Islam Transnasional yang berhaluan Wahabi, perlu dibentengi dengan merapatkan barisan para pengurus Nahdlatul Ulama (NU) bersama Nahdliyin (warga NU). Tidak solidnya kepengurusan dan kurangnya konsolidasi dan koordinasi dengan anggota, akan memudahkan paham itu masuk.

“Merapatkan barisan pengurus NU dan Nahdliyin di semua tingkatan, adalah benteng yang kokoh,” pesan pengasuh Pondok Pesanteren Buntet Cirebon DR KH Moh Abas Bin Fuad Hasyim saat mengisi tausiyah Peringatan Isro Miroj yang digelar Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Bumiayu di Gedung NU Bumiayu, Ahad (11/7) kemarin.


Gus Abas-demikian panggilan akrabnya- memandang, tidak rapatnya barisan NU karena para pengurusnya lebih cenderung pada pilihan yang kurang tepat. Antara lain tergoda ingin dipilih dengan menjadi calon Kepala Daerah. Kalaupun tidak menjadi calon, terlibat sebagai tim sukses pada pemilu kepala daerah (Pemilukada). “Hanya karena beda pilihan, kepengurusan tidak solid bahkan tercerai berai,” ujarnya.

Perbedaan yang ada di NU, masih kata Gus Abas adalah perbedaan latar belakang pekerjaan anggotanya. Yang justru menjadi modal untuk merapatkan barisan. Ada yang menjadi pedagang, petani, PNS, TNI, buruh dan lain-lain. “Perbedaan keahlian tersebut, untuk saling mengulurkan tangan,” ucapnya.

Untuk itu, lanjut Gus Abas, Nahdliyin jangan sungkan-sungkan mengulurkan tangan sesuai dengan kemampuannya. Bila sifat pelit masih ada di dada para pengurus maupun nahdliyin maka akan sulit menegakan kebenaran. “Perjuangan membutuhkan modal atau dana yang tidak sedikit. Yang bergelimang harta, salurkanlah sebagian rejekinya. Para ahli piker, curahkan pikiran dan ketrampilannya demi kemaslahatan umat,” katanya mengingatkan.

Yang tidak kalah penting, lanjutnya, saatnya NU kembali ke pesantren. Artinya, bukan kembali mondok tapi pesan moral pesantren yang dikedepankan para pengurus dan nahdliyin dalam berkiprah membangun bangsa. Kebobrokan moral sudah sangat mengguncang bumi Indonesia. “Perkara batil, sudah menjadi ‘jajanan’ setiap detik seperti kasus tiga artis seronok, Ariel dan kawan-kawan,” ungkapnya.

“Perang peradaban, sudah tidak terelakan lagi. Sehingga NU harus tampil ke depan dengan program-programnya yang nyata menegakan tali Allah SWT,” ajaknya.

Terkait dengan peringatan Isro Miroj, tiada lain untuk mendirikan sholat. Tata cara sholat agar mampu bermakna mendirikan, maka perlu ditanyakan pada para ulama. Pasalnya ulama itu sebagai Pewaris Nabi Sholat tidak cukup hanya ritualitas belaka, tapi mampu mendirikan peradaban yang mulia di sisi Allah, menjadikan kita takwa. “Manusia yang paling mulia disisi Allah yang paling takwa dengan tetap memelihara aqidah, syariah dan ahlaq,” tandasnya.

Dan sebagai Kiai NU, imbuhnya, selayaknya untuk berkhidmat membina umat. Sehingga ada batasan yang jelas, mana ulama dan umara. Kalau ulama ingin menjadi umara, maka otomatis akan meninggalkan umatnya. Sedangkan kalau umara ingin menjadi ulama maka, perkara yang batil diberi dalil agar menjadi halal sehingga menyesatkan umat. “Bila yang terjadi demikian otomatis akan terjadi kekacauan, karena dipegang oleh yang bukan ahlinya,” pungkasnya.

Sementara Ketua MWC NU Bumiayu H Taufiq Tohari SH mengungkapkan, peringatan Isro Miroj digelar untuk mengingatkan kembali perintah sholat. Tema peringatan berupa melalui peringatan Isro Miroj kita bentengi generasi muda dari krisis moral dalam era globalisasi.

Hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Pengurus Cabang (PC) NU Brebes H Sodikin R, Sekretaris PCNU Ali Nurdin dan pengurus MWC NU, Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU dan warga Nahdliyin. (was)

0 comments:

Post a Comment