Friday, December 10, 2010

Harap Dan Takut

Habib Abdullah Al-Haddad berkata dalam qoshidahnya:

Rasa takut kepada Allah Al-Adhim
dan juga rasa harap,
keduanya adalah obat
yang sangat bermanfaat

“Al-Khouf” (takut) adalah penderitaan dan rasa tak enak hati karena menunggu kedatangan sesuatu yang dibenci. Dan “Ar-Roja” (harap) adalah ketentraman dan kebahagiaan hati karena menunggu kedatangan sesuatu yang disukai. Keduanya: takut dan harap, adalah obat untuk menghilangkan perasaan aman dari makar Allah dan untuk mengobati perasaan putus asa dari rahmat-Nya. Tiada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang merugi.

Maksud aman di sini adalah perasaan yakin bahwa Allah tidak akan menyiksanya. Putus asa di sini adalah perasaan yakin bahwa Allah tidak akan merahmatinya. Keduanya adalah sikap yang bodoh terhadap Allah dan dapat menjadi penyakit yang membinasakan. Obat bagi kedua penyakit ini adalah Al-Khouf dan Ar-Roja karena dengan memiliki kedua perasaan tadi manusia akan berpikir bahwa boleh jadi, Allah akan menyiksanya atau merahmatinya. Jadi, janganlah terlalu yakin dengan dirimu. Benar, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, namun juga maha pedih siksanya:

“Yang Maha mengampuni dosa dan menerima taubat, pedih siksa-Nya, mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS Al Mukmin, 40:3)

Jika manusia membayangkan kerasnya siksa Allah Ta’âlâ, maka hatinya akan merasa sedih dan menderita. Namun, jika membayangkan rahmat dan
ampunan-Nya, meski ia tahu bahwa siksa Allah amat pedih, hatinya merasa tenang. Al-Khouf dan Ar-Roja bagaikan dua sayap burung. Ar-Roja menggerakkan manusia untuk berbuat kebaikan sebanyak mungkin. Al-Khouf mengekang manusia dari perbuatan yang membahayakan keselamatan.

Niat

“Niat saleh” adalah kecenderungan dan keinginan hati untuk berbuat baik. Suara hati merupakan sumber dan penyebab pertama timbulnya niat. Niat adalah ruhnya amal, seperti ruh bagi jasad, dan hujan bagi bumi. Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”.

Niat ada yang saleh dan ada yang buruk. Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”

Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.

Allah berfirman: “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.”
(QS Al-Bayyinah, 98:5) Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab
untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai).
(QS An-Nisa, 4:35)

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.” Dan sabdanya lagi: “Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”

Imam At-Tsauri berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”

Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan
segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”

Bilal bin Sa’ad berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”

Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.

Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat- gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.

Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang sidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh
tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.

Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga. Oleh
karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu
ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.

Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.

(Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Syarhul ‘Ainiyyah, Wasiat dan Nasihat, Putera Riyadi)




sumber :http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/mutiara/habib-ahmad-bin-zein-al-habsyi/

0 comments:

Post a Comment